Pengendalian
sosial merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta
mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma
dan nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Jenis-jenis pengendalian sosial
dibedakan menjadi beberapa aspek, antara lain berdasarkan sifat, berdasarkan
cara, berdasarkan resmi dan tidak, berdasarkan pelaku, dan berdasarkan
tekniknya. Berikut penjelasannya.
Berdasarkan sifatnya, pengendalian sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
Pengendalian sosial preventif
Pengendalian
sosial preventif merupakan sebuah pengendalian sosial yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan sosial dalam masyarakat. Pengendalian ini
dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan yang ada di dalam masyarakat. Hal
tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan yang terjadi. Pengendalian
preventif dapat dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Misalnya,
seorang guru memberikan nasehat siswanya untuk menghindari terjadinya
perkelahian antar pelajar karena dipicu oleh masalah-masalah tertentu.
Pengendalian sosial represif
Pengendalian
sosial represif merupakan bentuk pengendalian sosial yang dilakukan oleh
masyarakat setelah terjadi penyimpangan. Caranya adalah dengan mengambil
tindakan dan memberikan hukuman bagi para pelakunya dengan tujuan agar
menyadari kesalahan-kesalahannya dan kemudian kembali ke jalan yang benar.
Pengendalian ini dilakukan secara tegas dengan maksud untuk memberikan efek
jera bagi para pelakunya. Misalnya pemberian hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi.
Berdasarkan caranya, pengendalian sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
Pengendalian Sosial Persuasif
merupakan
usaha pengendalian sosial dengan cara mengajak atau membimbing kepada anggota
masyarakat agar dapat bertindak sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pengendalian ini terkesan halus dan menghimbau dengan menggunakan penekanan
pada beberapa aspek, misal pada aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap).
Pengendalian dengan cara tersebut dilakukan tanpa menggunakan kekerasan atau pun
paksaan. Misalnya seorang guru yang menasehati siswanya karena mencuri uang
temannya. Guru itu berusaha untuk memberi pengertian pada murid tersebut bahwa
perbuatannya itu tidak baik, tercela, berdosa, dilarang oleh agama dan
merugikan diri sendiri karena akan dikucilkan dari pergaulan dengan sesama
teman.
Pengendalian Sosial Koersif
merupakan
suatu usaha pengendalian sosial yang dilakukan dengan menggunakan ancaman atau
kekerasan fisik. Jenis pengendalian ini biasanya diterapkan pada masyarakat
yang tidak teratur, di mana banyak terjadi penyimpangan di dalam masyarakat.
Penggunaan paksaan dan kekerasan fisik ini dimaksudkan untuk menimbulkan efek
jera pada si pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Misalnya perbuatan main hakim sendiri terhadap
penjambret yang tertangkap massa.
Berdasarkan resmi dan tidaknya, pengendalian sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
Pengendalian Sosial Resmi
merupakan
bentuk pengendalian sosial yang dilakukan oleh badan-badan resmi negara atau pun
pemerintah. Misalnya: badan keagamaan, pengadilan, kepolisian dan lain-lain. Badan-badan
tersebut pada dasarnya bertugas untuk mengawasi sejauh mana peraturan yang
dibuat oleh negara, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, ketetapan MPR,
dan peraturan presiden, ditaati dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat dengan baik. Misalnya, badan atau lembaga
keagamaan melakukan pengawasan terhadap masyarakat untuk mengetahui ketaatan
masyarakat akan perintah dan larangan yang terdapat dalam ajaran agama
masing-masing.
Pengendalian Sosial Tidak Resmi
Pengendalian
ini dilaksanakan demi berjalannya peraturan-peraturan tidak resmi yang dimiliki
oleh masyarakat, yaitu peraturan tidak tertulis hasil kesepakatan bersama di
antara anggota-anggota masyarakat. Meskipun demikian pengaruhnya seringkali
lebih tajam dan hasilnya lebih besar. Pengawasan ini dilakukan di dalam
kelompok primer, misalnya keluarga, RT, dan paguyuban.
Berdasarkan pelakunya, pengendalian sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
Pengendalian sosial institusional
Pengendalian
sosial institusional merupakan pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan
yang dimiliki oleh lembaga atau institusi tertentu. Pola-pola kelakuan dan
kaidah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi
juga warga masyarakat di sekitar atau di luar lembaga tersebut.
Contoh:
suatu daerah yang terdapat asrama Polri. Orang-oang di asrama itu mengikuti
peraturan yang ada dan mengikuti pola-pola yang berlaku, seperti cara
berperilaku atau bertindak, cara berpakaian, cara mengisi waktu luang, dan
lainnya yang semua hal tersebut di bawah pengawasan dari institusi atau asrama.
Secara sadar atau tidak, hal tersebut lambat laun akan menjalar pada masyarakat
yang ada di sekitar asrama tersebut.
Pengendalian sosial berpribadi
Pengendalian
sosial berpribadi merupakan pengaruh baik atau buruk yang datang dari
orang tertentu. Maksudnya ialah tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Misalnya:
orang-orang yang terdekat, seperti keluarga. Baik buruknya tingkah laku
seseorang sangat ditentukan oleh sosialisasi yang dialami seseorang di dalam
keluarganya.
Berdasarkan tekniknya, pengendalin sosial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
Compultion
Merupakan
bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan menciptakan situasi dan
kondisi sedemikian rupa sehingga seseorang atau masyarakat menjadi tenang,
tenteram, dan damai yang akhirnya menjadi taat dan patuh pada norma-norma yang
berlaku. Misalnya kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
yang mendapat reaksi dan aksi protes dari berbagai elemen masyarakat dengan
melakukan demonstrasi agar kebijakan tersebut dicabut. Namun dengan adanya
pengertian yang diberikan oleh pemerintah, kaitannya dengan kondisi perekonomian
negara, maka masyarakat dapat memahami dan menghentikan demonstrasi, sehingga
keadaan kembali seperti semula yaitu aman, tenang, dan teratur.
Pervation
Merupakan
bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan menyampaikan nilai dan norma
secara berulang-ulang dan terus-menerus kepada seseorang atau masyarakat yang
telah melakukan penyimpangan atau untuk mencegah penyimpangan dengan harapan
apa yang telah disampaikan itu masuk dalam jiwa seseorang, sehingga masyarakat
akan sadar dan taat pada norma yang berlaku. Misalnya sosialisasi tentang
bahaya narkoba bagi para generasi muda (pelajar). Bentuk pengendalian ini dapat
dilakukan secara terus-menerus oleh pihak berwenang, misal BNN untuk melakukan
penyuluhan melalui kegiatan-kegiatan sekolah-sekolah dan berbagai media massa,
baik cetak maupun elektronik, dengan harapan masyarakat dan generasi muda
menjadi tahu dan dapat memahami akibat negatif dari narkoba, sehingga tidak
mencoba-coba untuk mengonsumsinya.